TUGAS TERSTRUKTUR
KONSERVASI SUMBERDAYA
LAHAN
DI KAWASAN TAMAN
NASIONAL GUNUNG RINJANI
MK: TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN
Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Didik Suprayogo,
M.sc
Oleh:
Nunik Anggraeni Puspitaningtiyas
0910480126
Agroekoteknologi C
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI
AGROEKOTEKNOLOGI
MINAT SUMBERDAYA LAHAN
MALANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luas lahan kritis di Nusa Tenggara
Barat dari waktu ke waktu terus meningkat jumlahnya. Lahan kritis tersebut
tersebar baik di wilayah lahan basah maupun di wilayah lahan kering. Tiap
tahunnya, wilayah lahan kering semakin bertambah. Meningkatnya lahan kritis di
wilayah lahan kering tersebut terutama disebabkan oleh kondisi ekosistem lahan
kering yang rapuh (fragile), sistem pengelolaan lahan yang tidak
berkelanjutan, dan kondisi sosial budaya serta keadaan sarana dan prasarana
pembangunan yang tidak memadai (Suwardji dan Tejowulan, 2002). Dengan
kondisi lahan kering yang rapuh tersebut, maka dipastikan akan terjadi
kerusakan dan degradasi lahan yang signifikan dan dapat berimplikasi terhadap
ketahanan pangan apabila pengelolannya tidak sesuai dengan kaedah-kaedah
konservasi tanah dan air (Habibi, Putrawan dan Suwardji).
Gunung Rinjani dengan ketinggian
3.726 m dpl, mendominasi sebagian besar luas pulau Lombok. Taman Nasional
Gunung Rinjani merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan pegunungan rendah
hingga pegunugan tinggi dan savana di Nusa Tenggara (Wisata, 2011). Hutan
di Gunung Rinjani termasuk hutan jenis heterogen dan pada titik-titik tertentu
berupa hutan jenis homogen. Pada ketinggian 1000- 2000 m dpl akan ditemui
bermacam-macam tumbuhan seperti beringin (ficus superb), garu (dysoxylum
sp), dan perkebunan penduduk yang ditanami sayur-sayuran seperti kol,
cabai, bawang, dan juga kentang. Pada ketinggian 2000-3000 m dpl, vegetasi yang
dominan adalah cemara gunung (casuarina junghuniana). Sedangkan pada
ketinggian 3000 m dpl ke atas terdapat jenis rumput-rumputan dan bunga
edelweiss (Anaphalis javanica)(Anonymous,
2011). Di sebelah barat kerucut Rinjani terdapat kaldera dengan luas sekitar
3.500 m - 4.800 m, memanjang ke arah timur dan barat. Di kaldera ini terdapat
Segara Anak seluas 11.000.000 m2 dengan kedalaman 230 m. Di
sisi timur kaldera terdapat Gunung Baru (Gunung Baru Jari) yang memiliki kawah
berukuran 170m- 200 m dengan ketinggian 2.296 - 2376 m dpl (AnonymousA,
2011).
Hutan di kawasan Rinjani, sangatlah
luas yaitu lebih
dari 41.000 hA (Wisata, 2011).Hutan merupakan sumberdaya
alam yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati
sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur
tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam
hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya
,(Soemarsono, 1997). Namun sayangnya di gunung Rinjani, seringkali terjadi
kebakaran hutan karena terjadinya pergesekan angin hingga menimbulkan percikan
api dan membakar beberapa wilayah di gunung Rinjani.
1.2 Dampak Gangguan
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh
kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya
keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah,
perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan
masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan
udara. (Soemarsono, 1997).
Produktivitas
lahan menurun karena rusaknya struktur alami tanah serta ikut hilangnya unsur
hara yang ada di dalam tanah yang diperuntukkan bagi tanaman, hilang terbawa
thermal, kecuali unsur K yang tidak dapat terbakar. Selain itu secara langsung
mempengaruhi suhu yang semakin meningkat akibat pemanasan global yang disebabkan karena meningkatnya
konsentrasi gas-gas
rumah kaca akibat aktivitas manusia,termasuk hal kebakaran hutan
tersebut, meningkatnya intensitas
fenomena cuaca yang ekstrem sehingga menyebabkan cuaca sangatlah panas. Selain
itu karena tiadanya vegetasi yang ada di sekitar treking area sampai dengan pos
3, pos peristirahatan. Hanya berupa sabana yang sangatlah luas membentang
dengan tanahnya yang sangatlah tandus dan gembur sehingga sangat mudah
mengalami erosi, dengan injakan kaki para pendaki gunung sehingga membuat
polusi udara karena banyak debu bertebaran sangat banyak.
BAB II
KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN
DI
KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI
2.1 Karakteristik Wilayah Taman Nasional
Gunung Rinjani
Karakteristik lahan yang erat kaitannya untuk keperluan evaluasi lahan
dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor utama, yaitu topografi, tanah dan iklim.
Karakteristik lahan tersebut terutama topografi dan tanah merupakan unsur
pembentuk satuan peta tanah.(AnonymousB,2011)
2.1.1 LETAK
Secara geografis TN Gunung Rinjani terletak antara 116°21’30”-116º34’15”
Bujur Timur dan 8°18’18”-8º32’19” Lintang Selatan. Secara administratif TN ini
termasuk dalam wilayah tiga kabupaten yaitu Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten
Lombok Tengah, dan Kabupaten Lombok Timur di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
2.1.2 TOPOGRAFI
Topografi
yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah(relief) atau
lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya
dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian
tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang
berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari, (Uftori, 2010). Gunung
Rinjani dengan titik tertinggi 3.726 m dpl, mendominasi sebagian besar
pemandangan Pulau Lombok bagian utara. Di sebelah barat kerucut Rinjani
terdapat kaldera dengan luas sekitar
3.500 m × 4.800 m, memanjang kearah timur anda barat. Di kaldera ini terdapat Segara Anak (segara= laut, danau) seluas
11.000.000 m persegi dengan kedalaman 230 m. Air yang mengalir dari danau ini
membentuk air terjun yang sangat indah, mengalir melewati jurang yang curam. Di
Segara Anak banyak terdapat ikan mas
dan mujair sehingga
sering digunakan untuk memancing. Bagian selatan danau ini disebut dengan
Segara Endut. Di sisi timur kaldera terdapat Gunung Baru (atau Gunung Baru Jari) yang memiliki kawah
berukuran 170m×200 m dengan ketinggian 2.296 - 2376 m dpl (Wikipedia Rinjani,
2011). Airnya berbau belerang dengan suhu yang
berbeda satu tempat dengan tempat lainnya, mulai dari dingin, sedang, hangat
sampai panas. Gunung Baru mempunyai keistimewaan tersendiri karena gunung
tersebut seakan-akan muncul dari tengah-tengah Danau Segara Anak.(Kayat, 2007)
Secara umum kawasan Kawasan TN G. Rinjani merupakan daerah yang
bergunung-gunung dengan ketinggian beranekaragam antara 500 m dpl sampai 3.726
m dpl sedangkankelerengannya mulai sedang (0 s/d < 25 %), berat (25-40 %),
dan berat sekali (>40 %). Luas masing-masing kelas lereng tersebut
berturut-turut adalah 16.678 ha,15.882 ha, dan 7.645 ha. Daerah yang relatif
landai terdapat di bagian selatan dan timur laut, terletak pada ketinggian 1.800-2.000
m dpl yaitu kaki G. Rinjani. Puncak ketinggian terdapat di Gunung Rinjani
(3.726 m dpl). Gunung-gunung lain yang berdekatan letaknya dengan G. Rinjani
adalah Gunung Baru (2.376 m dpl),Gunung Sangkareang (2.914 m dpl), Gunung
Buangmangge (2.895 m dpl),Gunung Kondo, dan Gunung Manuk. Di antara
gunung-gunung tersebutdipisahkan oleh lembah yang luas dan jurang yang dalam
dengan kelerenganyang terjal dan berbatu, (Kayat,2007).
2.1.3 GEOLOGI DAN VULKANOLOGI
Berdasarkan Peta Geologi Indonesia tahun 1975 dengan
skala 1 : 250.000, formasi geologi yang terdapat di TN G. Rinjani terdiri dari
batuan sediment neogen dan batuan vulkanik resent seperti andesit dan lava.
Gunung Rinjani masih diklasifikasikan sebagai gunung api yang masih aktif.
Berdasarkan peta bahaya vulkanologi di
G. Rinjani dan sekitarnya, daerah bahaya adalah keldera G. Rinjani termasuk G.
Baru, Danau Segara Anak dan DAS Putih. Daerah waspada adalah daerah pada radius
5-10 km dari G. Baru. Secara geologi kehadiran suatu danau bergantung pada
berbagai proses yang menghasilkan depresi (cekungan) permukaan tanah yang
dikelilingi oleh suatu permukaan yang lebih tinggi. Danau Segara Anak dapat
dikelompokkan sebagai danau vulkanik, (Kayat, 2007)
2.1.4 TANAH
Berdasarkan
Peta Tanah Nusa Tenggara Barat Tahun 1993 skala 1 : 1.000.000, dari Pusat
Penelitian Tanah Bogor dan Agroklimat, di TN Gunung 185Rinjani terdiri dari
jenis tanah Regosol, Litosol, Andosol, dan Mediteran dengan bentuk wilayah
volkan. Jenis tanah regosol kelabu dan litosol menyebar luas di bagian puncak
dan sekitar Danau Segara Anak. Pada bagian kaki G. Rinjani dikelilingi oleh
jenis tanah Brown Forest Soil (Andosol) dan Regosol coklat yang menyebar dari
kecamatan Kopang hingga kecamatan Aikmel, sedangkan di Kecamatan Pringgabaya
ditemui jenis tanah mediteran coklat. Bahan induk tanah-tanah tersebut adalah
abu dan pasir volkan yang sangat mudah (sensitif) tererosi. Hal ini dengan
mudah dilihat pada sepanjang jalan pendakian yang banyak mengalami erosi parit
(gully) dengan kedalaman H 50 cm. Demikian juga erosi dan longsoran terlihat
pada puncak G. Rinjani.
2.1.5 IKLIM
Iklim
sebagai salah satu faktor lingkungan fisik yang sangat penting dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Bebrapa unsur iklim yang penting adalah curah
hujan, suhu, dan kelembaban. Di daerah tropika umumnya radiasi tinggi pada
musim kemarau dan rendah pada musim penghujan. Namun demikian mengingat sifat
saling berkaitan antara unsur iklim satu dengan yang lainnya, maka dalam uraian
iklim ini akan diuraikan unsur-unsur iklim yang yang berkaitan dengan
pertumbuhan tanaman, (Uftori, 2010).
Secara umum daerah kawasan TN Gunung Rinjani mempunyai iklim tropis.
Curah hujan berkisar antara 1.750-2.000 mm di bagian barat laut, utara, timur
laut, dan tenggara kawasan serta di bagian utara hingga barat daya Danau Segara
Anak dengan curah hujan berkisar anatar 2.000-2.500 mm dan sebagian kecil
dengan curah hujan 1.500-1.750 mm. Curah hujan tersebut bervariasi menurut
ketinggian dan letak geografis. Kecenderungannya adalah semakin tinggi letak
dari permukaan laut maka semakin besar curah hujannya, dan daerah pantai utara
serta timur relatif lebih kering dibanding daerah pantai barat dan selatan.
Perbedaan curah hujan antara satu
tempat dengan tempat lainnya bisa sangat tinggi, yaitu dari 700 mm di daerah
timur yang paling kering sampai melebihi 3.500 mm di daerah sekitar G. Rinjani.
Menurut Schmidth dan Ferguson, TN G. Rinjani termasuk tipe iklim C dan D di
sebelah barat dan tenggara, dan tipe iklim E di sebelah timur laut, sedangkan
menurut Oldeman TN G. Rinjani ini termasuk tipe iklim D3 dan D4. D3 dengan 3-4
bulan basah, 4-6 bulan kering untuk di sebalah barat daya, tipe iklim D4 dengan
3-4 bulan basah dan 6 bulan kering terjadi di bagian utara dan timur. Musim
hujan biasanya terjadi antara bulan November sampai dengan Maret (musim muson
barat laut). Suhu rata-rata di Lombok (Mataram) 22°C dengan variasi 30º-32°C
(maksimum) dan 20º-4°C (minimum). Kelembaban nisbi antara 75 % - 85 %. Jika tiap
kenaikan 100 m diikuti dengan penurunan suhu terbesar 0,5ºC, maka temperatur di
puncak G. Rinjani berkisar 1°-11º C terutama jika musim kemarau dan bertiup
angin yang kencang,(Kayat, 2007).
2.1.5 EKOSISTEM
Kawasan Taman
Nasional Gunung Rinjani, merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan
pegunungan rendah hingga pegunungan tinggi di Nusa Tenggara. Tipe ekosistemnya
terdiri dari :
- Hutan Tropis Dataran Rendah (Semi Evergreen).
- Hutan Hujan Tropis Pegunungan (1.500 -2.000 m dpl) yang masih utuh dan
berbentuk hutan primer, Hutan cemara, dan vegetasi sub alpin (> 2.000 m
dpl)
,(AnonymousB,2011).
2.2 Permasalahan di Wilayah Taman Nasional
Gunung Rinjani
Menurut (Kayat,2007) Pembukaan jalur pendakian telah menyebabkan
penurunan Erodibilitas tanah (kepekaan jenis tanah terhadap daya penghancuran
dan penghanyutan air) terjadinya erosi tanah yang ditandai dengan perubahan
tekstur tanah, dengan menurunnya fraksi liat dan tanda-tanda di lapangan berupa
erosi parit (gully erotion). Selain itu juga terjadi penurunan fraksi liat yang
ada di kawasan pendakian Taman Nasional Gunung Rinjani. Penurunan fraksi liat
tersebut disebabkan adanya erosi tanah pada jalur pendakian yang terbuka, di
mana proses erosi tersebut mengakibatkan hanyutnya partikel-partikel liat bersama
aliran permukaan ketika terjadi hujan.
Proses erosi yang dimulai dengan pukulan air hujan akan melepaskan
partikel tanah yang lebih halus seperti liat dan selanjutnya akan turun bersama
aliran permukaan ke bawah lereng. Kemudian apabila proses ini berlangsung dalam
waktu yang cukup lama maka fraksi liat yang ada dalam tanah akan menurun
persentasenya.
Nampak
jelas yang terjadi pada lahan- lahan diatas bahwa lahan yang terdapat pada
Taman nasional gunung Rinjani telah terdegradasi lahannya disebabkan oleh
banyak faktor.Contohnya saja yang seperti terlihat pada gambar, bahwa kawasan
gunung yang harusnya menjadi paru-paru dunia, lahannya terlalap api oleh si
jago merah sehingga menyebabkan kerusakan struktur tanah sehingga berpengaruh
terhadap kebanyakan sifat fisik tanah seperti aerasi, perkolasi, drainase, dan
lain-lain. Pemadatan tanah karena efeek
kebakaran sehingga membuat Pospor menkristal sehingga memadatkan tanah. Selain
itu P yang mengkristal, membuatnya tidak tersedia bagi tanaman. Unsur hara yang
lainnya pun musnah terkena panasnya api sehingga unsur hara yang terdapat pada
daerah terbakar ini sangatlah minim. Selain masalah terbakarnya lahan yang
terdapat di kawasan gunung Rinjani, gunung Rinjani ini memiliki lahan yang sangat
luas yang hanya memiliki cover crop berupa ilalang dan rumput- rumputan yang
menutup rata lahan yang terdapat pada kawasan gunung Rinjani. Tanpa ada pohon
yang ada disekitarnya, baru pada ketinggian 2000 lebih, terdapat pinus serta
cemara gunung yang cukup memberikan kesan dingin sehingga biasa digunakan
berteduh para pendaki. Selain itu pohon tinggi ini akan melidungi diri kita
dari angin yang biasanya sampai membuat kulit kita robek dan perih. Apabila
hujan turun meskipun dengan skala sedang, telah mampu membuat tanah di kawasan
gunung Rinjani ini erosi bahkan bisa longsor karena telah rusaknya struktur
tanah alami.
Ditinjau
dari segi kebakaran hutan saja, masih banyak hal-hal lain yang menjadi dampak akibat
adanya kbakaran hutan.Sisa pembakaran selain
menimbulkan kabut juga mencemari udara dan meningkatkan gas rumah kaca. Asap tebal dari kebakaran hutan berdampak negatif karena
dapat mengganggu kesehatan masyarakat terutama gangguan saluran pernapasan.
Selain itu asap tebal juga mengganggu transportasi khususnya tranportasi udara
disamping transportasi darat, sungai, danau, dan laut. Pada saat kebakaran
hutan yang cukup besar banyak kasus penerbangan terpaksa ditunda atau
dibatalkan. Sementara pada transportasi darat, sungai, danau dan laut terjadi
beberapa kasus tabrakan atau kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan harta
benda. Kerugian karena terganggunya kesehatan masyarakat, penundaan atau
pembatalan penerbangan, dan kecelakaan transportasi di darat, dan di air
memang tidak bisa diperhitungkan secara tepat, tetapi dapat dipastikan cukup
besar membebani masyarakat dan pelaku bisnis.
Dampak lainnya adalah kerusakan hutan setelah terjadi
kebakaran dan hilangnya margasatwa. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan
terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena
itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di
berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga
sulit diperhitungkan.Selain itu Biodiversitas yang terdapat pada
kawasan tersebut menjadi berkurang banyak, termasuk satwa-satwa yang ada di
kawasan tersebut.
BAB III
STRATEGI
Lahan merupakan bagian dari bentang lahan (Lanscape) yang meliputi
lingkungan fisik termasuk iklim,
topografi / relief, hidrologi tanah dan keadaan vegetasi alami yang
semuanya secara potensial
akan berpengaruh terhadap
penggunaan lahan. Kesadaran
akan perlunya konservasi
lahan sebenarnya sudah
sejak lama, akan tetapi selalu saja ada kesenjangan
antara keinginan para petani pemilik lahan dengan para ahli konservasi tanah karena biasanya adanya keterbatasan
biaya dari para petani untuk melaksanakan
perlakuan-perlakuan yang diperlukan.
Hal ini disebabkan
karena pada pendekatan lama
konsentrasi kegiatan konservasi
ada pada pembuatan
bangunan- bangunan teras,
saluran-saluran dan bangunan lainnya dan
sering dilakukan dengan cara melarang orang bertanam di lahan miring, dll.
Dewasa ini Young
(1997) dalam Sabarnurdin
(2002) menyatakan bahwa
ada pendekatan baru konservasi
tanah yang disebut land husbandry
yang diwujudkan dalam usaha tani dengan pendekatan konservasi. Ciri dari
pendekatan ini adalah:
1. Memfokuskan pada hilangnya tanah
dan pengaruhnya terhadap
hasil tanaman sehingga
perhatian utamanya bukan
lagi pada bangunan
fisik tetapi kepada metode biologis untuk konservasi seperti halnya
penanaman penutup lahan.
2. Memadukan tindakan
konservasi tanah dan
konservasi air sehingga
masyarakat mendapat keuntungan langsung dari usaha tersebut.
3. Melarang bertani
dilereng bukan penyelesaian
masalah. Tindakan seperti
ini tidak bisa diterima secara
sosial dan politis. Yang harus dicari adalah metode bertani yang bisa
mempertahankan kelestarian sumberdaya lahan dan alam.
4. Konservasi lahan
akan berhasil bila
ada partisipasi dari
masyarakat terutama para petani. Motivasi masyarakat akan timbul bila mereka melihat keuntungan yang
akan diperoleh.
5. Yang terpenting
lagi adalah perlu
adanya pemahaman bahwa
kegiatan konservasi lahan adalah
bagian integral dari usaha perbaikan sistem usaha tani.
Agroforestry merupakan suatu sistem
pengelolaan lahan dengan berasaskan kelestarian, yang meningkatkan hasil lahan
secara keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanaman pertanian (termasuk
tanaman pohon-pohonan) dan tanaman hutan dan/atau hewan secara bersamaan atau
berurutan pada unit lahan yang sama, dan menerapkan cara-cara pengelolaan yang
sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat. (Petani Kecil,2008)
Agroforestry sebagai
sistem penggunaan lahan makin
diterima oleh masyarakat
karena terbukti menguntungkan
bagi pembangunan sosial
ekonomi, sebagai ajang pemberdayaan masyarakat
petani dan pelestarian
sumberdaya alam dan
pengelolaan lingkungan
daerah pedesaan. Pola
ini dirasa sangat
cocok dikembangkan di Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani yang
banyak kawasan bertopografi miring, sehingga banyak erosi,
Sedangkan untuk permasalahan erosi, metode-metode pencegahan erosi tanah
yang dapat di lakukan di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, antara lain
dengan metode mekanik.-vegetatif. Metode ini dilakukan dengan penanaman berbagai jenis cepat tumbuh
yang sesuai dengan kondisi tanah dan
iklim di sekitar lokasi pendakian seperti jenis Duabanga, Macaranga, dan kruing. Penanaman dapat dilakukan pada
titik-titik dengan kemiringan berat dan
panjang lereng yang lebih pendek dan dikombinasikan dengan pembuatan tangga-tangga dari bahan kayu dan mulsa untuk
mengurangi laju aliran permukaan. Pada
daerah-daerah yang telah mengalami erosi parit dapt dibuat bangunan- bangunan
pengendali yang terbuat dari kayu, seperti gambar berikut: